PETUALANGAN
MALAM HARI
“Kamu
seperti menara, di antara orang-orang ini, kamu menjulang sendirian”.
Begitu
bunyi baris terkahir pada puisiku. Aku menghabiskan waktu berhari-hari untuk
membuat puisi itu. Aku meletakan pena dengan tinta hitam yang dilapisi ornamen
batik lengkap dengan sebilah kaca dibagian atas yang memantulkan setitik cahaya
dari lampu mejaku yang membuat silau mataku ketika melihatnya, didalam laci
yang ada disebelah kiriku.
Saat
itu malam sudah larut. Ibuku membuka pintu kamarku untuk memastikan kalau aku
sudah tidur.
“Loh, Vid. Sudah selarut ini kamu belum tidur?
“. Aku yang sedang membereskan kertas-kertas yang berceceran itu menengok
kearah ibu.
“Iya
bu, ini aku masih beres-beres. Sebentar lagi aku pasti tidur, kok”, Begitu sahutku
sambil tersenyum pada ibu.
“Ya
sudah, cepat tidur. Lihat dibawah matamu itu sudah mulai ada kantung mata! Lagi
pula tidak baik anak gadis belum tidur larut malam begini”, lanjut ibu.
Aku
menoleh ke cermin. Benar saja ada kantung mata di bawah mataku. Belakangan ini aku
memang sering tidur larut malam karena aku mengerjakan tugas sekolah. Sebagai
seorang siswi kelas IX SMP, aku mulai sibuk dengan banyaknya tugas-tugas yang
diberikan oleh guru-guruku, karena beberapa bulan lagi sudah akan dilaksanakan
Ujian Nasional dan kelulusan.
Aku
hanya tersenyum menanggapi kata-kata ibu. Ibu pun keluar dari kamarku dan
menutup lembut pintu kamarku. Saat itu udara cukup dingin. Jam dikamar Aku
menjunjukan pukul 01.45 pagi. Besok pagi aku harus tetap sekolah, jadi aku
harus segera tidur. Aku merebahkan badan di ranjang, mulai menarik selimut
dengan motif kerang dan menutupi kedua kaki sampai leherku. Aku pun memejamkan
mata. Mulai membuka pintu menuju dunia mimpi dengan fatamorgana yang teramat
sangat.
Mataku
terpejam, namun pikiranku belum terlelap. Dalam hatiku terus memikirkan tugas
membuat cerpen yang diberikan dua hari yang lalu oleh guruku. Teman-teman lainnya
sudah selesai membuat cerpen dan hanya aku seorang yang belum selesai. Hal itu
terus mengganggu pikiran dan hati kecilku. Aku memang tidak berbakat membuat
cerita yang cukup panjang semacam itu. Mengingat waktu yang batas waktu yang
diberikan semakin dekat, hal itu menjadi sangat mengganggu pikiranku. Bunyi
detikan jam yang terus-menerus itu masuk ke pikiranku menyusup ke tulang
belakang dan terus ke paru-paru membuat sesak nafasku. Seiring hal itu, aku
mulai masuk ke alam fatamorgana.
“Dimana
aku?”, batinku.
Aku
tengah berada pada di sebuah labirin yang gelap dan menyeramkan ditemani
setitik cahaya lilin disebelahku. Aku melihat ke sekeliling.
“Gua
lembab dan pengap”, batinku lagi.
Aku
mengambil lilin yang ada disebelahku. Beberapa tetes lelehan lilin itu mengenai
tanganku, rasanya seperi terbakar. Aku menyusuri lorong-lorong dalam labirin itu. Di
lorong ke dua aku bertemu dengan seorang gadis kecil yang sedang duduk
menyandar di didinding labirin. Gadis itu membawa sebuah semacam alat penembak
dari kayu ditangannya. Kulihat muka
gadis itu, terlihat keputus asaan yang dalam di matanya. Pakaiannya
compang-camping tidak layak pakai.
“Hey,
kamu sedang apa disini? Kenapa kamu sendirian?”, sapaku lembut agar tidak
menakuti gadis itu.
Tiba-tiba
gadis itu menatapku. Mata nanarnya seketika berubah tajam. Merubah keadaan.
Muka gadis itu kian lama kian meyeramkan bagaikan seorang tanpa kasih sayang,
bagaikan seorang pembunuh berdarah dingin.
Sontak
aku kaget. Aku mundur perlahan menjauhi gadis itu. Dan betapa terkejutnya aku
ketika melihat gadis itu terbang layaknya seorang tanpa jiwa, ia mendekat kearahku.
Aku sadar bahwa gadis itu menginginkan aku. Tidak tau untuk apa, namun gadis
itu sudah pasti ingin membunuhku dengan alat penembaknya. Aku berlari sekuat
tenaga. Namun sekuat apapun aku berlari gadis kecil yang kejam itu selalu
berhasil mengejarku. Gadis itu menembakkan sesuatu dengan alat penembaknya
kearahku. Paser itu mengenai kaki kiriku. Akupun terjatuh. Gadis itu mendekat
ke arahku. Tiba-tiba ada sesosok kuda bertanduk menyerang gadis itu. Kuda
bertandunk itu menyelamatkan aku.
Dengan
ragu-ragu aku mendekati kuda itu.
“Te..te..terima
kaasih, engkau sudah menyelmatkan aku”, begitu ucapku.
“Iya,
sama-sama anak muda”, balas kuda itu.
Betapa
terkejutnya aku ketika mengetahui kuda itu bisa bicara.
“Cepat
pergilah dari sini! Atau kau akan berakhir sepertinya!”, lanjutnya lagi. Aku
tidak mengerti dengan maksud dari kalimat itu, namun pastinya kalimat itu
membuat aku semakin takut dan was-was.
“Tempat
apa ini sebenarnya? Apa yang akan terjadi padaku?”, gumamku.
Kuda
bertanduk itu pergi meninggalkanku. Aku melihat sekeliling. Tempat itu kian
lama kian menyeramkan. Udara disana semakin pengap. Bayang-bayang gadis kecil
tadi masih melekat di pikiranku, kaki yang tadi terkena tembakkan gadis itu
masih terasa sakit. Dengan berjalan setengah pincang, aku menuju seberkas
cahaya di depanku. Keluar dari labirin itu.
Aku
sampai di ladang ilalang yang amat luas. Didepanku terhampar danau yang sangat
indah. Aku berjalan kedekat danau itu. Tiba-tiba seseorang dari dalam labirin
itu muncul. Orang itu menggendong seorang bayi. Bayi itu tidak lain adalah adik
sepupuku yang baru lahir beberapa minggu yang lalu. Orang itu melihat kearahku.
Aku tersenyum kearahnya. Aku tak tau kenapa, ia malah mendorongku ke dalam
danau itu.
Iya.
Aku memang tidak bisa berenang. Kaki kiriku yang masih belum bisa digerakkan
itu malah mempersulit keadaan. Aku berteriak minta tolong, namun tidak ada yang
seorangpun mau menolongku. Aku mulai tidak bisa bernafas.
Dan,
akupun terbangun dari mimpi aneh itu. Keringat bercucuran di dahiku. Nafasku
masih terengah-engah. Saat itu baru menunjukkan pukul 03.32 pagi. Aku
memikirkan apa arti mimpiku tadi. Mencoba
kembali tidur, namun tak bisa.
Kemudian
aku ingat akan tugas membuat cerpen dari sekolah. Aku bangun dan membuka laptopku. Mulai mengetik isi mimpiku
tadi. Satu persatu, bagian demi bagian aku tuangkan disana. Dan,
“Huh!
Akhirnya selesai juga!”, kataku.
Jam
menunjukkan pukul lima pagi. Aku bergegas mandi dan bersiap-siap berangkat ke
sekolah. Mungkin mimpi itu memang menyeramkan, tapi mimpi itu juga yang
membantuku kali ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar